Translate

Minggu, 17 Desember 2017

Dampak Pelarangan Penggunaan Antibiotik (AGP-Antibiotik Growth Promotor) pada Ternak, Solusi :)

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian telah melarang penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan atau growth promoter mulai 1 Januari 2018. Kebijakan itu mengacu pada amanat UU No. 41 tahun 2014 Jo. UU No 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan.

Hal ini disampaikan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Syamsul Ma'arif dalam sarasehan dengan peternak yang mengangkat tema Penggunaan Antibiotik yang Bijak Menghasilkan Produk Unggas yang Sehat di Solo, seperti dikutip dari keterangan resmi pada Minggu (19/11/2017).
Antibiotik pada dunia kedokteran hewan perunggasan pada dasarnya dapat diberikan untuk empat tujuan : Terapeutik, artinya antibiotik diberikan kepada hewan sakit agar sembuh dari agen penyakit kausatifnya. Metafilaksis (kontrol), artinya antibiotik diberikan kepada hewan suspek pada daerah yang ditemukan penyakit agar mengurangi penyebaran penyakit. Profilaksis (pencegahan), artinya antibiotik diberikan kepada hewan sehat untuk memberikan proteksi agar tidak terkena penyakit. Antibiotic Growth Promoter / AGP (antibiotik imbuhan pakan), artinya antibiotik diberikan untuk mengeliminir bakteri merugikan saluran pencernaan agar mendapatkan bobot badan serta rasio konversi pakan yang lebih baik.

Penggunaan AGP pada Unggas

AGP sendiri diberikan pada unggas dengan dosis sub-terapeutik atau dibawah dosis normal untuk terapi. Karena target AGP sendiri adalah kepada bakteri pada permukaan saluran pencernaan, sehingga pemberian dosis sub-terapeutik diharapkan tidak terdistribusi jauh hingga ke dalam organ dan tidak meninggalkan residu pada daging dan telur saat dipanen. Kelarutan dari jenis antibiotik juga berpengaruh terhadap distribusi obat tersebut di dalam tubuh, seperti contoh AGP jenis Flavomisin yang larut air dan polar menyebabkan pemberian dosis tinggi tidak diserap tubuh dan tidak memelukan waktu henti (withdrawal time) untuk residu. Berbeda dengan jenis Oksitetrasiklin yang sangat larut lemak dan tidak polar menyebabkan pemberian dosis rendah tetap diserap tubuh dan  memerlukan waktu henti untuk residu dapat hilang.


AGP Dilarang Penggunaanya
Sejalan dengan kebijakan WHO untuk mengurangi penggunaan berlebih antibiotik pada peternakan dan perikanan, pasal 22 ayat 4 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, menyebutkan bahwa melarang penggunaan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan. Walaupun undang-undangnya sudah ada, namun hingga tahun ini antibiotik imbuhan pakan belum sepenuhnya dapat dieliminasi. Hal ini dikarenakan jika langsung dihilangkan begitu saja, maka industri perunggasan dapat mengalami krisis. Diantaranya konversi pakan membengkak dan deplesi yang tinggi akibat Necrosis Enteritis.
Alasan utama pelarangan AGP adalah karena sudah tingginya kejadian resistensi bakteri terhadap banyak jenis antibiotik, bahkan antibiotik yang dipersiapkan untuk menangani kasus bakteri multi-resisten. Sebagai contoh kasus infeksi seperti yang disebabkan oleh VRE (Vancomycin-resistant Enterococci) atau CRE (Carbapenem-resistant Enterobacteriaceae) tentu akan sangat sulit untuk diobati. AGP sendiri telah terbukti dapat menyebabkan resistensi silang antara antibiotik dalam satu golongan. Sebagai contoh Virginiamisin yang hanya diberikan kepada hewan sebagai AGP dapat menyebabkan resistensi silang dengan Quinupristin/Dalfopristin yang merupakan antibiotik second-line pada manusia. Hal ini dikarenakan keduanya masuk dalam golongan antibiotik yang sama, yakni Streptogramin. Resistensi silang ini menyebabkan kekebalan bakteri jenis tertentu terhadap semua jenis antibiotik Streptogramin, walaupun manusia yang terinfeksi bakteri tersebut belum pernah meminum antibiotik golongan Streptogramin sebelumnya.
Pelarangan AGP Oleh Berbagai Negara
Di negara besar lainnya sendiri sebenarnya terdapat beberapa regulasi yang berbeda-beda. Amerika Serikat dan Kanada melarang penggunaan golongan antibiotik yang penting di manusia sebagai AGP. Golongan antibiotik yang penting adalah daftar golongan antibiotik yang dikeluarkan oleh WHO yang dianggap vital bagi manusia karena keefektivitasannya dalam mengobati penyakit.  Prakteknya adalah antibiotik seperti Avoparcin yang merupakan AGP yang hanya dipakai untuk hewan, namun karena tergolong antibiotik golongan Glikopeptida (Vancomisin) yang termasuk penting di manusia sehingga tidak diperbolehkan digunakan sebagai AGP. Sedangkan golongan antibiotik yang tidak digunakan pada manusia seperti Flavofosfolipol (Flavomisin / Bambermisin) atau Ionofor masih dapat dipergunakan sebagai AGP.
Tabel 1. Penggunaan Beberapa Jenis Antibiotik pada Manusia dan Hewan
Golongan
Antibiotik
Persentase Pemakaian
pada Manusia
Persentase Pemakaian
pada Hewan
Penisilin
44%
6%
Sefalosporin
15%
1%
Sulfonamida
14%
3%
Quinolon
9%
>  1%
Makrolida
5%
4%
Tetrasiklin
4%
41%
Ionofor
0%
30%
Sumber : 2011 Summary Report on Antibiotics Sold or Distributed for Use in Food Producing Animals
Di Eropa sendiri tertanggal 1 januari 2006 telah melarang semua jenis antibiotik yang ditujukan sebagai Growth Promoter, baik yang digunakan di manusia ataupun tidak. Artinya AGP seperti Flavomisin juga dilarang dipergunakan. Walapun demikian, Ionofor (Monensin, Salinomisin, Lasalocid, dll), salah satu jenis antibiotik yang ditujukan untuk mengatasi koksidia, masih diperbolehkan digunakan di unggas sebagai pencegahan koksidia dan NE, walaupun penggunaannya pada ruminansia telah dilarang karena tujuannya lebih sebagai AGP.

Alternatif Pengganti AGP

Sebenarnya telah banyak penemuan dan produsen obat yang menawarkan pengganti AGP ini, mulai dari enzim, minyak esensial, asam organik, probiotik, prebiotik, dll yang terbukti dapat mengeliminir bakteri yang merugikan pada saluran pencernaan. Walaupun demikian, penggunaanya tanpa perbaikan mutu pakan di feedmill atau perbaikan manajemen di farm akan sangat tidak mungkin dapat dilakukan demi mendapatkan performa yang maksimal. Perbaikan di feedmill seperti perbaikan kecernaan pakan atau manajemen ammonia di farm tentu akan sangat membantu pengganti AGP tersebut dalam mengontrol flora di saluran pencernaan.
Pada akhirnya, AGP sebenarnya sangat diperlukan di unggas. Namun karena dampak negatifnya terhadap manusia, penggunaan antibiotik hendaknya dikembalikan lagi hanya sebagai terapeutik. Penambahan pengganti AGP, perbaikan pakan di feedmill dan manajemen di farm harus dilakukan secara holistik untuk menjaga agar performa unggas tetap baik walaupun AGP telah diberhentikan. Pengawasan penggunaan antibiotik di hewan, baik unggas khususnya atau hewan lain pada umumnya juga harus lebih diperketat oleh dokter hewan (antibiotic stedwardship), karena pada prinsipnya kasus resistensi disebabkan karena pemberian antibiotik yang tidak tepat sasaran. Pengetahuan dokter hewan mengenai antibiotik juga harus diperdalam, sehingga pada saat menangani suatu kasus dapat memberikan antibiotik secara akurat, tepat dan benar, sehingga kejadian resistensi silang dapat ditekan.



Vetindo https://vetindonesia.com/2017/05/08/mengapa-antibiotic-growth-promoter-dilarang/







Gambar 1,2,3 dan 4 Industri peternakan pada ayam broiler :)